Jumat, 23 Januari 2015

Perkawinan Adat Ternate

Perkawinan Adat Ternate


Pengertian Perkawinan dan Dasar serta Tujuan Perkawinan


Awal dari kehidupan berkeluarga adalah dengan melaksanakan perkawinan sesuai dengan ketentuan agama dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan yang tidak dilaksanakan dengan sesuai dengan  peraturan perundang-undangan yang berlaku, kelak  dapat mengakibatkan timbulnya masalah dalam kehidupan keluarga. Sedangkan hidup sebagai susmi-istri diluar perkawinan (pernikahan) adalah perzinaan. Dan perzinaan adalah perbuatan terkutuk dan termasuk salah satu dosa besar.

Dasar dan tujuan perkawinan menurut Perundang-undangan :
Dasar dan tujuan tersebut dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan tercantum dalam pasal 1 dan 2.
Pasal 1
Perkawinan ialah ikatan lahir-bathin antara seorang peria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Pasal 2
1. Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hokum masing-masing agamnya dan kepercayaannya itu.
2.  Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dasar dan tujuan perkawinan dalam Islam :


Melaksanakan Sunnatullah sebagaimana tersebut dalam Al-Qur’an Yang artinya :
“ Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian[1035] diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui “

[1035]  Maksudnya: hendaklah laki-laki yang belum kawin atau wanita- wanita yang tidak bersuami, dibantu agar mereka dapat kawin.

Melaksanakan sunnah Rasul sebagaimana tersebut dalam hadits Nabi SAW yang artinya :
“ Perkawinan adalah peraturanku, barang siapa yang benci kepada peraturanku, bukanlah ia termasuk umatku. (H.R. Bukhari dan Muslim) “

Tujuan Pokok perkawinan dalam Islam adalah sebagaimana difirmankan Allah dalam Al-Qur’a, Yang Artinya :

“ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir “


Perkawinan dalam islam juga bertujuan untuk memelihara pandangan mata dan menjaga kehormatan diri sebagaimana dinyatakan dalam hadits Nabi SAW Yang Artinya :


" Dari Abdullah Bin Mas’ud ia berkata, telah berkata kepada kami Rasulullah SAW : Hai sekalian pemuda, barang siapa diantara kamu yang telah sanggup kawin maka hendaklah ia kawin, maka sesungguhnya kawin itu menghalangi pandangan (terhadap yang dilarang oleh Agama) dan memelihara faraj. Dan barang siapa yang tidak sanggup hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu adalah perisai baginya” (H.R. Buhkari dan Muslim)

Selain itu perkawinan dalam islam adalah bertujuan untuk mendapat keturunan yang sah serta sehat jasmani, rohani dan social, memper erat dan memperluas hubungan kekeluargaan serta membangun hari depan individu, keluarga dan masyarakat yang lebih baik.Perkawinan Adat ialah suatu bentuk kebiasaan yang telah dilazimkan dalam suatu masyarakat tertentu yang mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan suatu perkawinan baik secara seremonial maupun ritual menurut Hukum Adat setempat.

Perkawinan Adat di Ternate mengenal beberapa bentuk yang sejak dahulu sudah dilazimkan dalam masyarakat dan telah berlangsung selama berabad-abad hingga saat ini. Bentuk-bentuk perkawinan tersebut adalah :

1. LAHI SE TAFO atau WOSA LAHI (=Meminang/Kawin Minta)
2. WOSA SUBA (=Kawin Sembah)
3. SICOHO (=Kawin Tangkap)
4. KOFU’U (=Dijodohkan)
5. MASIBIRI (=Kawin Lari)
6. NGALI NGASU (=Ganti Tiang)
Sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Di dalam bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga. Dimana dalam keluarga gejala kehidupan umat manusia akan terbentuk paling tidak oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan. Hidup bersama antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah memenuhi persyaratan inilah yang disebut dengan perkawinan. Perkawinan merupakan suatu ikatan yang melahirkan keluarga sebagai salah satu unsur dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sedemikian luhurnya anggapan tentang suatu perkawinan menyebabkan terlibatnya seluruh kerabat dan bahkan seluruh anggota masyarakat itu yang memberi petuah dan nasehat serta pengharapan agar dapat dilihat dalam kenyataan bahwa dalam kehidupan masyarakat kita, bahwa tidak ada suatu upacara yang paling diagungkan selain upacara perkawinan.
Perkawinan memerlukan pertimbangan yang matang agar dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama di dalam menjalin hubungan antara suami istri diperlukan sikap toleransi dan menempatkan diri pada peran yang semestinya. Sikap saling percaya dan saling menghargai satu sama lain merupakan syarat mutlak untuk bertahannya sebuah perkawinan. Suami istri harus mau menjalankan hak dan kewajibannya secara seimbang agar tidak muncul masalah dalam perkawinan. Perkawinan adalah suatu perbuatan hukum, sehingga konsekuensi bagi setiap perbuatan hukum yang sah adalah menimbulkan akibat hukum, berupa hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak suami istri atau juga pihak lain dengan siapa salah satu puhak atau kedua-duanya atau suami istri mengadakan hubungan. Dengan demikian perkawinan itu merupakan salah satu perbuatan hukum dalam masyarakat, yaitu peristiwa kemasyarakatan yang oleh hukum diberikan akibat-akibat. Adanya akibat hukum ini penting sekali hubungannya dengan sahnya perbuatan hukum itu, sehingga suatu perkawinan yang menurut hukum dianggap tidak sah umpamanya anak yang lahir di luar pernikahan, maka anak yang dilahirkanitu akan merupakan anak yang tidak sah.
2.      PENGERTIAN PERKAWINAN
Berikut ini adalah pengertian dan definisi perkawinan:
UU Perkawinan No.1 Tahun 1974
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 2
Perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah
Prof. Subekti, SH
Perkawinan adalah pertalian yang sah antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk waktu yang lama
Prof. Mr. Paul Scholten
Perkawinan adalah hubungan hukum antara seorang pria dan seorang wanita untuk hidup bersama dengan kekal, yang diakui oleh negara
Prof. DR. R. Wirjono Prodjodikoro, SH
Perkawinan adalah suatu hidup bersama dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, yang memenuhi syarat-syarat yang termasuk dalam peraturan hukum perkawinan
K. Wantjik Saleh, SH
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
  
Perjanjian Lama
Perkawinan merupakan bagian dari maksud Allah menciptakan manusia. Bukan peristiwa aksidental. Bukan penemuan manusia. tetapi rencana baik Allah - bagian dari cara dunia diciptakan
Nilam W
Perkawinan merupakan komitmen jangka panjang dan bersifat sakral
Menurut Agama Khatolik
Perkawinan merupakan persatuan antara seorang pria dan seorang wanita, yang diberkati oleh Allah dan diberi tugas untuk meneruskan generasi manusia memelihara dunia.
Menurut Agama Konghucu
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan melangsungkan keturunan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
3.      SISTEM PERKAWINAN
Dimasyarakat ada suatu sistem perkawinan yang mana masing-masing sistem mempunyai pengaruh sendiri terhadap status anak, waris, kedudukan anak didalam suatu masyarakat adat. Adapun sistem perkawinan tersebut adalah sebagai berikut.
Sistem endogami
Ialah suatu perkawinan yang memperbolehkan seseorang kawin itu harus berasal dari keluarganya/marganya sendiri
Sistem exogami
Ialah suatu sistem perkawinan yang hanya memperbolehkan seseorang kawin itu harus diluar keluarganya sendiri/marganya sendiri
Sistem eleuthrogami
Ialah  suatu sistem perkawinan yang menganut sistem endogami dan exogami.
4.      BENTUK PERKAWINAN ADAT TERNATE
Perkawinan Adat ialah suatu bentuk kebiasaan yang telah dilazimkan dalam suatu masyarakat tertentu yang mengatur masalah-masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan suatu perkawinan baik secara seremonial maupun ritual menurut Hukum Adat setempat. Perkawinan Adat di Ternate mengenal beberapa bentuk yang sejak dahulu sudah dilazimkan dalam masyarakat dan telah berlangsung selama berabad-abad hingga saat ini. Bentuk-bentuk perkawinan tersebut adalah :
1. LAHI SE TAFO atau WOSA LAHI (=Meminang/Kawin Minta)
2. WOSA SUBA (=Kawin Sembah)
3. SICOHO (=Kawin Tangkap)
4. KOFU’U (=Dijodohkan)
5. MASIBIRI (=Kawin Lari)
6. NGALI NGASU (=Ganti Tiang)
Meminang / Kawin Minta (Lahi se Tafo atau Wosa Lahi)
Lahi se Tafo atau meminang merupakan bentuk perkawinan adat yang sangat populer dan dianggap paling ideal bagi masyarakat setempat, karena selain berlaku dengan cara terhormat yakni dengan perencanaan yang telah diatur secara matang dan didahului dengan meminang juga karena dilakukan karena dilakukan menuruti ketentuan yang berlaku umum di masyarakat dan juga dianggap paling sah menurut Hukum Adat. Pelaksanaan rukun nikah dilakukan menurut syariat Islam dan setelah itu dilaksanakan acara ; Makan Adat, Saro-Saro, Joko Kaha (Lihat Artikel sebelumnya), dan disertai dengan acara-acara seremonial lainnya. Sebagian masyarakat Ternate memandang bahwa semakin megah dan meriah pelaksanaan seremonial sebuah perkawinan, maka status/strata sosial dalam masyarakat bisa terangkat.
Kawin Sembah (Wosa Suba)
Bentuk perkawinan Wosa suba ini sebenanrnya merupakan suatu bentuk penyimpangan dari tata cara perkawinan adat dan hanya dapat disahkan dengan terlebih dahulu membayar/melunasi denda yang disebut “Bobango”. Perkawinan ini terjadi karena kemungkinan untuk menempuh cara meminang/wosa lahi sangatlah sulit atau bahkan tidak bisa dilakukan karena faktor mas-kawin ataupun ongkos perkawinan yang sangat mahal dsb. Perkawinan bentuk Wosa Suba ini terdiri atas 3 cara, yakni :
Ø  Toma Dudu Wosa Ino, Artinya dari luar (rumah) masuk ke dalam untuk menyerahkan diri ke dalam rumah si gadis, dengan tujuan agar dikawinkan.
Ø  Toma Daha Wosa Ino, Artinya dari serambi masuk menyerahkan diri ke dalam rumah si gadis agar bisa dikawinkan.
Ø  Toma Daha Supu Ino, Artinya dari dalam kamar gadis keluar ke ruang tamu untuk menyerahkan diri untuk dikawinkan karena si pemuda telah berada terlebih dahulu di dalam rumah tanpa sepengatahuan orang tua si gadis.
Bentuk perkawinan “Wosa Suba” ini sudah jarang dilakukan oleh muda-mudi Ternate saat ini karena mereka menganggap cara yang ditempuh dalam bentuk perkawinan ini kurang terhormat dan menurunkan martabat keluarga pihak laki-laki.
Kawin Tangkap (Sicoho)
Bentuk perkawinan ini sebenarnya hampir sama dengan cara ke tiga dari bentuk Wosa Suba di atas hanya saja kawin tangkap bisa saja terjadi di luar rumah, misalnya di tempat gelap dan sepi, berduaan serta berbuat diluar batas norma susila. Dalam kasus seperti ini, keluarga pihak gadis menurut adat tidak dibenarkan melakukan tindak kekerasan atau penganiyaan terhadap si pemuda walaupun dalam keadaan tertangkap basah. Maka untuk menjaga nama baik anak gadis dan keluarganya terpaksalah mereka dikawinkan juga menurut hukum adat secara islam yang berlaku pada masyarakat Ternate. Perkawinan bentuk ini dianggap sah menurut adat apabila si pemuda atau pihak keluarga laki-laki terlebih dahulu meminta maaf atas perbuatan anaknya terhadap keluarga si gadis dan membayar denda (Bobango) kepada keluarga si gadis. Bentuk perkawinan ini masih sering ditemui di Ternate.
Dijodohkan (Kofu’u)
Bentuk perkawinan ini terjadi apabila telah terlebih dahulu terjadi kesepakatan antara orang tua atau kerabat dekat dari masing-masing kedua belah pihak untuk mengawinkan kedua anak mereka. Bentuk perkawinan dijodohkan ini tidak terlalu jauh berbeda dengan daerah-daerah lain di Indonesia, hanya saja perbedaan yang paling prinsipil adalah; Kalau di Ternate, terjadi antara anak-anak yang bapaknya bersaudara dekat/jauh atau ibunya bersaudara dekat/jauh. Kebanyakan bentuk perkawinan ini tidak disetujui oleh anak muda jaman sekarang sehingga jalan yang mereka tempuh adalah bentuk “Masibiri” atau Kawin Lari. Bentuk perkawinan Kofu’u ini sudah jarang terjadi dalam masyarakat Ternate.
Kawin Lari (Masibiri)
Perkawinan bentuk ini adalah cara yang ditempuh sebagai usaha terakhir karena jalan lain tidak memungkinkan atau tidak ada. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya Kawin Lari diantaranya karena orang tua tidak menyetujui, menghindari biaya perkawinan yang sangat tinggi, pihak laki-laki tidak mampu untuk melaksanakan cara meminang atau juga karena mereka berlainan rumpun marga dalam kelompok soa yang tidak boleh kawin-mawin.
Bentuk perkawinan ini ditempuh dan dapat terjadi karena pihak keluarga si pemuda adalah berasal dari strata bawah atau terlalu miskin untuk mampu melaksanakan cara meminang. Masyarakat Ternate menganggap bahwa bentuk Kawin Lari merupakan pintu darurat yang ditempuh oleh si pemuda. Kaum muda mudi di Ternate jaman sekarang menyebutnya dengan istilah plesetan “Kawin Cowboy”. Konsekwensi adat yang dipikul akibat perkawinan ini sudah dipikirkan matang-matang oleh pasangan kedua remaja tersebut. Walaupun perkawinan ini dilakukan secara darurat (kebanyakan dilaksanakan di rumah penghulu) namun tetap dianggap sah menurut hukum adat karena tata cara perkawinan dilaksanakan menurut rukun nikah secara Islam. Biasanya yang bertindak sebagai wali adalah “Wali Hakim Syari’at”. Karena biasanya orang tua si gadis tidak bersedia menjadi wali nikah. Pada umumnya si gadis lari/kabur dari rumah orang tuanya dan menuju ke rumah petugas/pejabat nikah (Hakim Syari’at), ia langsung diterima oleh isteri pejabat Haki Syari’at tersebut dan diperkenankan untuk mtinggal beberapa hari. Setelah petugas memberitahukan kepada orang tuanya bahwa anak gadisnya sekarang berada di rumahnya. Biasanya orang tua si gadis menyerahakan wali dan pelaksanaan perkawinan darurat ini kepada petugas Hakim Syari’at untuk mengurusnya. Bentuk perkawinan Masibiri ini hingga saat ini masih banyak ditempuh oleh anak muda Ternate yang mengambil jalan pintas untuk berumah tangga bila tidak direstui oleh orang tuanya.
Ganti Tiang (Ngali Ngasu)
Bentuk perkawinan ini walaupun menjadi salah satu jenis dalam perkawinan adat di Ternate namun jarang sekali terjadi. Bentuk perkawinan Ngali Ngasu ini terjadi apabila salah satu dari pasangan suami isteri yang isterinya atau suaminya meninggal duni maka yang menggantikannya adalah iparnya sendiri, yaitu kakak atau adik dari si siteri atau kakak atau adik dari si suami suami. Bentuk penggantian peran dimaksud dalam jenis perkawinan ini dilakukan dengan cara mengawini iparnya sendiri demi kelangsungan rumah tangganya agar tidak jatuh ke tangan pihak lain. Perkawinan semacam ini bagi masyarakat adat di pulau Jawa dikenal dengan istilah “Turun Ranjang”. Namun karena perkembangan pola pemikiran dan perkembangan jaman mengakibatkan bentuk perkawinan sudah hampir tidak pernah terjadi lagi di Ternate.
5.      UPACARA PERKAWINAN
Sigado Salam
Proses tata cara perkawinan adat Ternate diawali dengan menyampaikan salam atau dalam bahasa Ternate disebut Sigado Salam. Salam dimaksud disampaikan dari pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai perempuan. Disaat sigado salam dari pihak laki-laki yang biasanya diwakili oleh anggota keluarga tertua atau pemangku adat sebagai utusan dengan maksud sehari dua pihak keluarga mempelai laki-laki dalam watu satu atau dua hari nanti akan dating bertamu ke rumah mempelai perempuan.Setelah mendengar salam yang disampaikan dari utusan mempelai laki-laki, maka dengan rasa hormat dari pihak mempelai perempuan menyambut salam dari utusan mempelai laki-laki bahwa salam mereka telah terima.
Wosa Lahi
Setelah melalui proses Sigado Salam maka pihak mempelai laki-laki melakukan persiapan pada acara Masuk Minta atau Wosa Lahi. Makna wosa lahi atau masuk minta secara harfiah berarti melamar.meminang. Lamaran dilakukan oleh pihak laki-laki dengan mengutus sesepuh atau keluarga tertua atau kerabat yang memiliki ikatan keluarga yang diserahi tugas sebagai utusan, utusan ini dalam bahasa Ternate disebut dengan Baba Se Ema Yaya Se Goa. Setelah tiba pada hari yang telah ditentukan¸utusan Baba Se Ema Yaya Se Goa dari keluarga mempelai laki-laki menuju ke rumah calon mempelai perempuan. Maka dari pihak mempelai perempuan dengan kabasaran mengangkat Subah(salam) untuk menerima kehadiran utusan Baba Se Ema Yaya Se Goa dari mempelai laki-laki, sebelum mengadakan kesepakatan, pihak mempelai perempuan menyuguhkan pinang dan sirih yang melambangkan ikatan keharmonisan dan saling menghargai dari kedua keluarga tersebut. Setelah upacara makan pinang dan sirih, utusan Baba Se Ema Yaya Se Goa dari pihak laki-laki menyampaikan maksud kedatangannya. Yaitu meminang salah satu anak perempuan dari keluarga  tersebut. Sekaligus mohon penjelasan dan jawaban dari pihak calon mempelai perempuan. Setelah mendengar maksud kedatangan utusan pihak tersebut pihak keluarga calon mempelai perempuan yang menyetujui dan merestui maksud dan tujuan utusan Baba Se Ema Yaya Se Goa, secara bersama-sama menentukan waktu untuk antar belanja atau yang dikenal dalam bahasa Ternate disebut harga  pinang dan sirih, serta penentuan hari dan bulan perkawinannya.
Kata Bido Se Hana Ma Ija
Mengantarkan belanja dalam bahasa Ternate kata bido se dufahe maija dari utusan calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai perempuan disaat prosesi masuk minta atau wosa lahi. Antar belanja atau kato bido se hena maija yang dilakukan oleh baba se ema yaya segoa dari utusan calon mempelai laki-laki, dengan mengandung makna bahwa bido sedufahe maija merupakan permintaan dari pihak memeplai wanita yang menyangkut dengan kebutuhan dalam prosesi perkawinan dengan segala macam perjanjian yang harus dipenuhi oleh pihak mempelai laki-laki menjelang upacara perkawinan.
Fere Wadaka
Setelah mengantarkan belanja maka proses perkawinan diawali dengan upacara naik wadaka atau dalam bahasa Ternate disebut Fere Wadaka. Fere Wadaka secara harfiah memiliki makna bahwa sebelum dilangsungkan acara perkawinan maka calon pengantin utamanya mempelai perempuan melakukan tapak diri(naik lulur) yakni calon pengantin dipingit beberapa hari dalam kamarnya sambil dilulur dengan bedak tradisional, kemudian dilakukan pensucian diri hingga tibanya acara kata rorio yaya segoa.
Kata Rorio/Yaya Segoa
Kata rorio yaya segoadilakukan pada malam hari menjelang hari pernikahan, acara ini dihadiri oleh keluarga dari kedua mempelai, kerabat dan handaitolan dengan maksud menjenguk dan memberikan restu atas kelangsungan pernikahan dari mempelai dengan membawa bantuan apa adanya sesuai dengan kemampuan masing-masing. Makna yang terselip pada acara kata rorio yaya segoa adalah memeperat tali silaturahmi atau sidoa gia yang tulus tanpa paksaan dari keluarga dan handaitolan.
Hodo Jako
Hodo jako atau mandi dari tiga tabung bambu dilakukan pada waktu subuh menjelang hari pernikahan, sebelum mandi jako dilakukan mempelai telah melakukan  naik wadaka terlebih dahulu dengan melulurkan seluruh tubuh dengan bedak tradisional yang diakhiri dengan mandi jako, dengan menggunakan lesa-lesa(piring besar), daun pohon bulahyang yang melambangkan mahligai rumah tangga, hate jwa dan kano-kano(sejenis ilalang besar) yang melambangkan kesuburan rumah tangga yang akan dibangun, mayang pinang yang melambangkan kehidupan rumah tangga yang utuh seperti tangkai mayang dan buah kelapa melambangkan pengertian bersama dari kedua suami istri dalam mengarungi bahtera rumah tangga serta tiga buah tabung bambu, dari sumber mata air yang berbeda yang melambangkan kepatuhan dan pengabdian kita kepada sang pencipta, agama dan penuh rasa kemanusiaan.
Upacara Ijab Kabul
Upacara ini dilangsungkan di kediaman mempelai pria, yang sudah mengenakan pakaian pengantin secara lengkap yaitu destar, jubah, dan gamis, dlengkapi dengan keris yang diselipkan di pinggang bagian depan. Disesuaikan dengan perubahan zaman, pengantin pria sekarang mengenakan selop sebagai alas kaki. Sedangkan pengantin wanita yang tinggal di rumahnya sendiri memakai koci-koci, terdiri dari pasangan sarung dan semacam baju kurung yang diberi ikat pinggang, berselendang dan di bagian lehernya dihiasi semacam penutup yang melingkar menutupi pundak hingga punggung. Ditinjau dari bentuk hiasan kepalanya, dapat dikatakan bahwa hal ini sudah dipengaruhi oleh kebudayaan cina. Jenis pakaian pengantin yang dikenakan pada asal mulanya ditentukan oleh tingkatan derajat dari pengantin. Namun tentu saja peraturan semacam ini sudah tidak berlaku lagi. Setiap pasangan yang akan menikah berhak untuk memilih jenis pakaian yang akan mereka kenakan sesuai selera mereka masing-masing. Usai upacara ijab kabul, kedua mempelai diantar ke rumah mempelai wanita oleh kerabat, handai tolan dan teman-teman dekat pria maupun wanita. Dan pada kesempatan ini pihak keluarga mempelai pria membawa hantaran peralatan adat yang disebut ngale-ngale yang dimaksudkan sebagai barang-barang persembahan bagi mempelai wanita (semacam upacara seserahan dalam adat Sunda) yang terdiri dari:
  • Kai Ma Ija (mas kawin) berupa sejumlah uang atau seperti yang telah disepakati sebelumnya oleh kedua belah pihak) dibungkus kantung putih yang dijahit rapat, diibaratkan sebagai kemurnian kehormatan mempelai wanita. Kemudian kantung berisi uang tersebut dimasukkan dalam kotak yang dilapis kain putih, melambangkan bahwa mempelai wanita berasal dari naungan keluarga baik-baik. Pembawa kotak berisikan uang yang diletakkan di atas baki dengan penutup kain sutera ini adalah seorang gadis kecil yang didandani dengan pakaian adat.
  • Gogoro Ma Pake: baki yang diisi dengan perlengkapan wanita dan perhiasannya antara lain 1 helai kain sutera, 1 helai kebaya sutera, 1 helai kerudung putih, 1 set perhiasan dari emas atau perak (giwang, kalung, cincin, bros dan lain-lain). Juga kini dilengkapi dengan sepasang selop.
  • Kaha Ma Jojobo, yang terdiri dari: 1 rumpun rumput fartogu dengans edikit tanahnya, 1 botol (carrave) air murni (dari sumur), sebuah piring dari beling berwarna putih berisikan segenggam beras yang telah diberi warna kuning, putih, dan merah (beras populak), yang berarti adanya umat manusia yang beraneka warna/ragam, bunga dari lilin yang berarti sinar kasih abadi atau yang dimaksud sebagai lambang penerangan abadi dalam hidup kedua mempelai.
Semua barang ini pun diletakkan diatas baki. Setelah iring-iringan mempelai pria tiba di depan rumah mempelai wanita, dimulai pula rangkaian upacara selanjutnya yang disebut:
Gere Se Doniru yang diawali dengan:
  • Upacara yang dilangsungkan begitu iringan mempelai pria tiba di pintu depan rumah dan pintu kamar mempelai wanita yang dihalangi oleh beberapa pemuda pemudi yang disebut Fati Ngara yang harus di "bujuk" dengan "ngara mo ngoi" taburan uang receh sesuai dengan kemampuan oleh pemuda pemudi pengiring mempelai pria, kepada Fati Ngara agar mereka berkenan membukakan pintu rumah mempelai wanita. hal yang sama akan diulang lagi di muka pintu pintu kamar mempelai wanita.
  • Jika mempelai pria beserta rombongan berhasil melalui kedua pintu tadi, maka mereka akan tiba dimuka mempelai wanita yang didudukkan di pelaminan dengan bertiraikan kelambu. Kelambu baru akan dibuka setelah iringan mempelai pria menaburkan uang receh yang disebut "Guba Ma Ngoi".
  • Upaca memberi uang dilaksanakan kembali pada waktu mempelai pria akan membuka kukudu (penutup kepala) mempelai wanita, dan upacara ini disebut Ngongoma Bubi. Dilanjutkan pengusapan ubun-ubun mempelai wanita, dengan telapak tangan kanan mempelai pria lambang tanda penerimaan yang sah dari suami terhadap istrinya. Aati lain dari gerakan ni adalah saling membatalkan "wudhu" yang dilakukan kedua mempelai guna melakukan shalat, sebelum upacara pernikahan dilangsungkan. Kemudian disambungkan dengan mendudukan mempelai pria di sebelah kiri wanitanya, sehingga kedua sejoli duduk berdampingan. Sesudah itu keris yang terselip di pinggang pria diambil dan dihunus dari sarungnya. Sarung keris diletakkan di pangkuan mempelai wanita dengan tangan kirinya tetap menggenggamnya, sedang tangan kanan menggenggam hulu keris yang diletakkan di pangkuannya sendiri. Tindakan ini melambangkan penyerahan jiwa untuk sehidup semati dari kedua belah pihak.
Paha Ngomgoma
Setelah melewati tradisi fati ngara atau pele pintu pihak mempelai laki-laki memasuki kamar mempelai wanita sekedar meletakkan tangan di atas ubun mempelai wanita yang memiliki makna bahwa mempelai pria dan wanita dengan sah menjadi suami istri, kemudian dilanjutkan dengan pemberian mas kawin oleh pihak mempelai laki-laki kepada mempelai wanita. Acara ini kemudian dilanjutkan dengan upacara joko kaha dengan mempergunakan rumput fartagu yang terletak di atas sebuah piring yang melambangkan kehidupan dan kebahagian yang akan dijamah oleh kedua mempelai, sedangkan sebotol air yang disiram pada kedua kaki mempelai yang melambangkan keteduhan dan kesejukan kehidupan yang menjadi sandaran bagi kedua mempelai dan pupulak yang terdiri dari beras kuning, beras merah dan beras hijau melambangkan bermacam-macam suku yang menjadi sahabat dan kenalan bagi kedua mempelai.
Suba Yaya Baba
Setelah melakukan paha ngoma dan penyerahan mas kawin kedua mempelai melakukan subah yaya se baba yaitu melakukan sembah sujud kepada kedua orang tua sekaligus melepaskan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dalam mengarungi bahtera rumah tangga mereka.
Saro-saro
Acara tradisi perkawinan Ternate yang sangat menarik perhatian adalah upacara Saro-saro upacara yang dilakukan oleh ibu-ibu atau yang dikenal dengan yaya segoa ini. Setelah kedua mempelai menjalani prosesi pernikahan kemudian  menempati tempat yang telah disediakan untuk upacara saro-saro, upacara ini diawali dengan subah(salam) dari kedua mempelai kemudian dilanjutkan dengan upacara saro yang diawali dengan saro srikaya yang melambangkan budi pekerti yang harus ditunjukan oleh kedua mempelai, saro nanas yang melambangkan kesetiaan sang istri terhadap suami, dan saro kobo yang melambangkan sifat suami yang bertanggung jawab terhadap rumah tangga. Acara saro-saro ini merupakan bentuk doa atau permintaan yang sifatnya ritual dengan makna yang filosofis mengandung symbol dalam bentuk pangan atau dalam bahasa Ternate disebut ngale secara yang disuguhkan kepada kedua mempelai dengan ciri khas dan sifat-sifat yang melekat pada diri manusia dan alam sekitarnya. Saro-saro merupakan tradisi perkawinan yang dilakukan secara turun temurun oleh masyarakat Moloku  Kie Raha.
Ngogu Adat
Ngogu adat atau makanan adat ini disuguhkan pada acara perkawinan masyarakat Moloku Kie Raha yang merupakan ungkapan rasa syukur dalam bentuk cara sengale dalam pelaksanaan hajatan perkawinan. Makanan adat Ternate yang kita kenal saat ini dibagi dalam dua bentuk yait Dodego nunau I yaya segoa dan Dodego foheka mi yaya segoa. Kedua bentuk tersebut pada prinsipnya memiliki makna yang sama akan tetapi secara harfiah makna sesungguhnya dari dodego foheka mi yaya segoa adalah melakukan saro-saro dari kedua mempelai sedangkan dodego nanau I yaya segoa yang terdiri dari para pemangkut adat, imam, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan para undangan yang menerima salam atau koro bersama-sama membacakan doa dan dilanjutkan dengan suguhan makanan adat, yang terdiri dari sepuluh potong nasi jaha atau pali-pali yang melambangkan armada laut(juwanga), dada atau kukusang(nasi tumpeng) demokrasi dan kesatuan, ikan dan terong melambangkan cing se cingare(kehidupan lelaki dan perempuan), gulai melambangkan kekayaan laut dan daratan, bubur kacang hijau melambangkan kesuburan dan kemakmuran srikaya melambangkan budi pekerti dan tata karma masyarakat Ternate dan empat buah boboto melambangkan kekuatan empat momole.Dari sajian makan adat tersebut pada umumnya disajikan dalam satu paket atau dalam bahasa Ternate disebut ngogu rimoi dibagi empat orang gogoro(undangan) yang hadir mengikuti upacara tersebut. Prosesi perkawinan adat Ternate yang dilakukan secara turun temurun, yang tetap lestari dan hidup di masyarakat merupakan nilai budaya daerah yang perlu dijaga keutuhannya sebab nilai budaya daerah merupakan aset budaya bangsa.
Upacara Suba Kie Se Kolano
Dilakukan dengan menghadapkan kedua mempelai ke empat penjuru: Barat, Timur, Utara dan Selatan sebagai tanda penghormatan kepada kolano negeri dan sumber angin. Setelah upacara-upacara adat selesai, tamu dipersilakan makan, lalu acara berlanjut dengan menari bersama diiringi musik tradisional dan nyanyian rakyat Maluku Utara  yang bernada gembira. Para tamu yang hadir dalam acara ini turut pula berpartisipasi.
6.      WARIS MENURUT HUKUM ISLAM
Menurut hukum kewarisan islam, ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang dapat menjadi ahli warisorang lain.
1. Penyebab utama adalah hubungan darah atau kekerabatan
a. Ke bawah: anak-anak baik laki-laki maupun perempuan serta keturunannya
b. Ke atas: orang tua baik ibu atau ayah dan yang menurunkannya
c. Kesamping: anak ayah atau anak ibu,anak nenek atau kakaek, sambung menyambung satu dengan yang lain menentukan jarak dekatnya hubungan masing-masing dengan pewaris.
2. Hubungan perkawinan.
Hukum perkawinan merupakan penyebab seseorang menjadi ahli waris orang lain. Dalam hal ini suami isteri. Disamping hal-hal yang menyebabkan seseorang menjadi ahli waris, ada juga hal yang menghalangi seseorang menjadi ahli waris seseorang. Kendatipun ia termasuk dalam kedua kategori penerima ahli waris. Penghalang seseorang menjadi ahli waris:
1.      Pembunuhan yang dilakukan oleh calon ahli waris terhadap pewaris.
Dalam sistem kewarisan islam melarang pengalihan harta peninggalan seseorang kepada ahli warisnya secara terpaksa, apalagi dengan cara kejidiluar proses yang lazim yaitu kematian biasa.
2.      Perbedaan agama.
Perbedaan agama merupakan halangan untuk saling mewarisi. Orang muslim tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang bukan muslim begitu sebaliknya.
3.      Kelompok keutamaan dan hijab.
Prinsip keutamaan adalah prinsip yang menentukan jarak dekatnya seseorang dengan pewaris.
a.       Kelompok keutaman yang pertama
Misalnya: kelompok 1 bergabung anak-anak dengan orang tua, kelompok 2 saudara-saudara pewaris. Dalam hukum islam jelas hubungan anak dan orang tua yang paling dekat dengan pewaris.
b.      Kelompok keutaman yang kedua
Hubungan perkawian yang menjadi ahli waris adalah suami atau isteri yang masih hidup.
Hijab menurut etimologi adalah menutup atau halangan. Menurut hukum islam hijab berarti terhalang atau tertutupnya seseorang menjadi ahli waris karena ada ahli waris lain yang lebih berhak. Ada 2 macam hijab:
1)      Hijab penuh
Hijab penuh adalah tertutupnya hak kewarisan seseorang secara menyeluruh.Misal: nenek terhalang oleh ibu, cucu terhalang anak.
2)      Hijab tak penuh atau hijab kurang
Berkurangnya perolehan ahli waris dalam kasus tertentu, dalam kasus tertentu. Misal: ibu yang dihijab oleh anak cucunya bagianya menjadi berkurang dibandingkan tidak dihijab, bagian yang diterima sebelum dihijab sepertiga kalau dihijab menjadi seperenam.
Ada tiga unsur dalam islam yang memungkinkan peralihan harta peninggalan seseorang sebagaimana mestinya.
1.      Pewaris
Pewaris adalah seseorang yang telah meninggal dan meninggalkan sesuatu untuk keluarga yang masih hidup. Berdasarkan asas ijbari pewaris tidak berhak menentukan siapa yang berhak mendapat warisan, berapa banyak, dan bagaimana cara mengalihkannya. Sebab, semuanya telah diatur oleh Allah dan secara pasti yang wajib dilaksanakan.
2.      Harta warisan atau harta peninggalan
Harta warisan atau harta peninggalan adalah Segala sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris yang sepenuhnya milik pewaris. Sedangkan benda yang sepenuhnya bukan milik pewaris tidak dapat tidak dapat dialihkan menjadi milik ahli waris. Mengenai hutang ahli waris tidak berhak membayar hutang-hutang pewaris dengan harta pribadinya jika hutang- hutang melebihi harta yang diwariskan, namun orang muslim sering membayar hutang-hutang pewaris hingga semuanya sah.
3.      Ahli waris
Ahli waris merupakan orang yang berhak mendapat harta peninggalan dari pewaris atau orang yang sudah meninggal. Disamping karena hubungan darah dan perkawinan ada beberapa syarat agar seseorang dapat menjadi ahli waris yaitu:
a) Masih hidup saat pewaris meninggal
b) Tidak ada sebab-sebab yang menghalanginya menjadi ahli waris
c) Tidak tertutup ahli waris yang utama
Perincian pokok ahli waris menurut hubungan darah: Anak laki-laki atau perempuan, Cucu baik laki-laki atau perempuan, Ayah, Ibu, Kakek, Nenek, Saudara laki-laki atau perempuan seayah atau seibu, Anak saudara, Paman, Anak-anak paman
Sedangkan karena hubungan perkawinan adalah suami isteri. Kedudukan suami isteri dalam ahli waris diatur dengan tegas dalam Al-Qur’an surat an-Nisa ayat 12.kewarisan karena hubungan ini tidak menyebabkan hak kewarisan apapun bagi kerabat suami atau isteri. Ada 2 macam ahli waris dalam hukum islam,
1.        Ahli waris yang sudah ditentukan bagiannya (zul fara’id)
Ahli waris yang sudah ditentkan secara pasti bagianya, setengah, seperempat, , seperdelapan, sepertiga, dua pertiga seper enam.
2.        Ahli waris yang tidak ditentukan bagianya
Ahli waris yang memperoleh bagian tertentu dalam keadan tertentu, atau yang mendapat sisa harta sesudah dikeluarkan bagian zul fara’id dengan pembagian yang bersifat terbuka. Misal : didalam Al-Qur’an disebutkan kewarisan anak laki-laki tetapi tidak dirinci jumlahnya.
Dalam hukum kewarisan islam ada berbagai langkah atau cara untuk menyelesaikan pembagian warisan secara tuntas. Sebelum warisan dibagi, ada persoalan yang harus diselesaikan terlebih dahulu,
1. Soal-soal yang berhubungn dengan pengurusan jenasah hingga pemakaman,
2. Menyelesaikan pembayaran hutang, baik hutang kepada Allah yang berupa nazar, zakat, dan hutang kepada sesama manusia.
3. Menyelesaiakan wasiat pewaris. Batas wasiat telah diatur oleh nabi Muhammad yaitu tidak boleh lebih dari sepertiga harta peninggalan.
Dalam pembagian harta warisan harus menggunakan teknik tertentu seperti dibagi habis seperti ketetapan Allah dan ketentuan Nabi Muhammad. Jika dalam pembagian terdapat sengketa maka baiasanay diselesaikan oleh pengadilan. Dalam hukum islam yang berhak menyelesaikan sengketa adalah pengdilan agama. Kekuasaan kehakiman di Indonesia pengadilan agama adalah pengadilan tingkat I bagi orang islam untuk menyelesaikan sengketa perkawinan, perceraian, kewarisan, hibah, wasiat, waqaf dan sadaqah, diatasnya lagi ada pengadialan tinggi agama sebagai pengadilan tingkat banding. Sedangkan puncak pengadilan adalah Mahkamah Agung.
 
DAFTAR PUSTAKA
-          http://busranto.blogspot.com/2007/11/bentuk-perkawinan-adat-di-ternate_14.html

1 komentar:

  1. HIS Graha Elnusa
    Hubungi : 0822 – 9914 – 4728 (Rizky)
    Menikah adalah tujuan dan impian Semua orang, Melalui HIS Graha Elnusa Wedding Package , anda bisa mendapatkan paket lengkap mulai dari fasilitas gedung full ac, full carpet, dan lampu chandeliar yg cantik, catering dengan vendor yang berpengalaman, dekorasi, rias busana, musik entertainment, dan photoghraphy serta videography. Kenyaman dan kemewahan yang anda dapat adalah tujuan utama kami.

    BalasHapus